Tata Cara Tayamum dan Doanya
Tata Cara Tayamum dan Doanya - Mungkin tak ada jarang berdasarkan kita melihat sebagian berdasarkan saudara-saudara kita kalangan kaum muslimin yg masih asing dengan kata tayammum atau dalam sebagian lainnya hal ini tidak asing lagi akan namun belum mengetahui bagaimana tayammum yg Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam ajarkan dan yg diinginkan oleh syari’at kita. Maka penulis mengajak pembaca sekalian untuk meluangkan saat barang 5 menit buat bersama mengusut hal ini sebagai akibatnya ketika tiba waktunya buat diamalkan sudah dapat beramal dengan ilmu.
Tayammum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti maksud. Sedangkan secara kata pada syari’at merupakan sebuah peribadatan pada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan menggunakan menggunakan sho’id yang bersih. Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang bisa digunakan buat bertayammum baik yg masih ada tanah di atasnya ataupun tak ada.
Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah & Ijma’ (mufakat) kaum muslimin. Adapun dalil menurut Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam bepergian atau balik dari tempat buang air atau berafiliasi badan menggunakan wanita, kemudian kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yg baik (higienis); sapulah mukamu & tanganmu menggunakan tanah itu”. (QS. Al Maidah : 6).
Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi was sallam berdasarkan sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,
« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »
“Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam ) bagian atas bumi sebagai thohur/sesuatu yg digunakan untuk besuci[4] (tayammum) jika kami tak ada menjumpai air”.
Media yg bisa digunakan buat bertayammum adalah seluruh bagian atas bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kemarau. Hal ini menurut hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam berdasarkan sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu pada atas dan secara khusus,
جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً
“Dijadikan (permukaan, pent.) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam) & ummatku menjadi tempat buat sujud & sesuatu yg dipakai buat bersuci”.
Jika ada orang yg mengungkapkan bukankah pada sebuah hadits Hudzaifah ibnul Yaman Nabi mengatakan tanah?! Maka kita katakan sebagaimana yg dikatakan sang Ash Shon’ani rohimahullah, “Penyebutan sebagian anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan”. Hal ini adalah pendapat Al Auzaa’i, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu Hanifah demikian juga hal ini merupakan pendapat Al Amir Ashon’ani, Syaikh Al Albani, Syaikh Abullah Alu Bassaam –rohimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan dan Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahumallah.
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan beberapa keadaan yg dapat mengakibatkan seseorang bersuci menggunakan tayammum,
Tata cara tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,
بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku buat suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya fauna yang berguling-guling pada tanah. Kemudian saya ceritakan hal tadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengungkapkan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya misalnya ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke bagian atas bumi sekali pukulan kemudian meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya menggunakan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya menggunakan tangan kanannya, kemudian dia mengusap wajahnya menggunakan ke 2 tangannya.
Dan pada keliru satu lafadz riwayat Bukhori,
وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya menggunakan sekali usapan”.
Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa rapikan cara tayammum beliau shallallahu ‘alaihi was sallam adalah sebagai berikut.
Memukulkan ke 2 telapak tangan ke bagian atas bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan menggunakan tangan kiri dan kebalikannya.
Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
Semua usapan baik waktu mengusap telapak tangan & paras dilakukan sekali usapan saja.
Bagian tangan yg diusap adalah bagian telapak tangan hingga pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tak ada sampai siku seperti pada ketika wudhu[17].
Tayammum dapat menghilangkan hadats akbar semisal janabah, demikian jua buat hadats mini .
Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.
Baca juga: Tata Cara Mandi Wajib
Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian jua tayammum tak ada dibolehkan lagi apa bila sudah ditemukan air bagi orang yg bertayammum karena ketidakadaan air dan telah adanya kemampuan menggunakan air atau tak ada sakit lagi bagi orang yang bertayammum lantaran ketidakmampuan memakai air[18]. Akan namun shalat atau ibadah lainnya yang sudah dia kerjakan sebelumnya absah & tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berdasarkan teman Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ ، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ – وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ – فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا ، فَصَلَّيَا ، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ ، وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ : أَصَبْت السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْك صَلَاتُك وَقَالَ لِلْآخَرِ : لَك الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ
Dua orang lelaki keluar buat safar. Kemudian tibalah saat shalat dan tidak terdapat air pada kurang lebih mereka. Kemudian keduanya bertayammum menggunakan permukaan bumi yang kudus kemudian keduanya shalat. Setelah itu keduanya menemukan air sedangkan ketika itu masih dalam waktu yang dibolehkan shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu galat seseorang dari mereka berwudhu & mengulangi shalat sedangkan yang lainnya tak ada mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengungkapkan kepada orang yg tak ada mengulang shalatnya, “Apa yang engkau lakukan telah sinkron dengan sunnah & engkau telah menerima pahala shalatmu”.
Beliau mengatakan pada yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua pahala[20]”[21].
Juga hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari teman Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,
الصَّعِيدُ وُضُوءُ الْمُسْلِمِ ، وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ.فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اللَّهَ وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ
“Seluruh bagian atas bumi (tayammum) adalah wudhu bagi seluruh muslim apabila beliau tidak menemukan air selama sepuluh tahun (kiasan bukan restriksi nomor )[22], apabila dia sudah menemukannya hendaklah ia bertaqwa kepada Allah & menggunakannya sebagai alat buat besuci”.
Sebagai epilog kami sampaikan pesan tersirat dan tujuan disyari’atkannya tayyamum merupakan untuk menyucikan diri kita & supaya kita bersyukur dengan syari’at ini serta tidaklah sama sekali buat memberatkan kita, sebagaimana akhir firman Allah pada surat Al Maidah ayat 6,
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak hendak menyulitkan engkau , tetapi Dia hendak menyucikan engkau & menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6).
Abul Faroj Ibnul Jauziy rohimahullah berkata terdapat empat penafsiran ahli tafsir mengenai nikmat apa yang Allah maksudkan pada ayat ini,
Demikianlah tulisan tentang tata cara tayamum dan doanya mudahan menjadi tambahan ‘amal bagi penulis & tambahan ilmu bagi pembaca sekalian....Allahumma Amiin.
Tayammum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti maksud. Sedangkan secara kata pada syari’at merupakan sebuah peribadatan pada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan menggunakan menggunakan sho’id yang bersih. Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang bisa digunakan buat bertayammum baik yg masih ada tanah di atasnya ataupun tak ada.
Dalil Disyari’atkannya Tayammum
Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah & Ijma’ (mufakat) kaum muslimin. Adapun dalil menurut Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam bepergian atau balik dari tempat buang air atau berafiliasi badan menggunakan wanita, kemudian kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yg baik (higienis); sapulah mukamu & tanganmu menggunakan tanah itu”. (QS. Al Maidah : 6).
Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi was sallam berdasarkan sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,
« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »
“Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam ) bagian atas bumi sebagai thohur/sesuatu yg digunakan untuk besuci[4] (tayammum) jika kami tak ada menjumpai air”.
Media yg dapat Digunakan buat Tayammum
Media yg bisa digunakan buat bertayammum adalah seluruh bagian atas bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kemarau. Hal ini menurut hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam berdasarkan sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu pada atas dan secara khusus,
جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً
“Dijadikan (permukaan, pent.) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam) & ummatku menjadi tempat buat sujud & sesuatu yg dipakai buat bersuci”.
Jika ada orang yg mengungkapkan bukankah pada sebuah hadits Hudzaifah ibnul Yaman Nabi mengatakan tanah?! Maka kita katakan sebagaimana yg dikatakan sang Ash Shon’ani rohimahullah, “Penyebutan sebagian anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan”. Hal ini adalah pendapat Al Auzaa’i, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu Hanifah demikian juga hal ini merupakan pendapat Al Amir Ashon’ani, Syaikh Al Albani, Syaikh Abullah Alu Bassaam –rohimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan dan Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahumallah.
Keadaan yang Dapat Menyebabkan Seseorang Bersuci dengan Tayammum
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan beberapa keadaan yg dapat mengakibatkan seseorang bersuci menggunakan tayammum,
- Apabila tidak terdapat air baik pada keadaan safar/dalam perjalanan ataupun tidak.
- Terdapat air (pada jumlah terbatas pent.) bersamaan menggunakan adanya kebutuhan lain yg memerlukan air tadi semisal untuk minum dan memasak.
- Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin usang sembuh menurut sakit.
- Ketidakmapuan menggunakan air buat berwudhu dikarenakan sakit & tidak bisa beranjak buat mengambil air wudhu & tidak adanya orang yg bisa membantu buat berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya saat sholat.
- Khawatir kedinginan bila bersuci dengan air dan tak ada adanya yang bisa menghangatkan air tersebut.
Tata Cara Tayamum Nabi
Tata cara tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,
بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku buat suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya fauna yang berguling-guling pada tanah. Kemudian saya ceritakan hal tadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengungkapkan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya misalnya ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke bagian atas bumi sekali pukulan kemudian meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya menggunakan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya menggunakan tangan kanannya, kemudian dia mengusap wajahnya menggunakan ke 2 tangannya.
Dan pada keliru satu lafadz riwayat Bukhori,
وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya menggunakan sekali usapan”.
Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa rapikan cara tayammum beliau shallallahu ‘alaihi was sallam adalah sebagai berikut.
Memukulkan ke 2 telapak tangan ke bagian atas bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan menggunakan tangan kiri dan kebalikannya.
Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
Semua usapan baik waktu mengusap telapak tangan & paras dilakukan sekali usapan saja.
Bagian tangan yg diusap adalah bagian telapak tangan hingga pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tak ada sampai siku seperti pada ketika wudhu[17].
Tayammum dapat menghilangkan hadats akbar semisal janabah, demikian jua buat hadats mini .
Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.
Baca juga: Tata Cara Mandi Wajib
Yang Membatalkan Tayammum
Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian jua tayammum tak ada dibolehkan lagi apa bila sudah ditemukan air bagi orang yg bertayammum karena ketidakadaan air dan telah adanya kemampuan menggunakan air atau tak ada sakit lagi bagi orang yang bertayammum lantaran ketidakmampuan memakai air[18]. Akan namun shalat atau ibadah lainnya yang sudah dia kerjakan sebelumnya absah & tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berdasarkan teman Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ ، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ – وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ – فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا ، فَصَلَّيَا ، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ ، وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ : أَصَبْت السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْك صَلَاتُك وَقَالَ لِلْآخَرِ : لَك الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ
Dua orang lelaki keluar buat safar. Kemudian tibalah saat shalat dan tidak terdapat air pada kurang lebih mereka. Kemudian keduanya bertayammum menggunakan permukaan bumi yang kudus kemudian keduanya shalat. Setelah itu keduanya menemukan air sedangkan ketika itu masih dalam waktu yang dibolehkan shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu galat seseorang dari mereka berwudhu & mengulangi shalat sedangkan yang lainnya tak ada mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengungkapkan kepada orang yg tak ada mengulang shalatnya, “Apa yang engkau lakukan telah sinkron dengan sunnah & engkau telah menerima pahala shalatmu”.
Beliau mengatakan pada yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua pahala[20]”[21].
Juga hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari teman Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,
الصَّعِيدُ وُضُوءُ الْمُسْلِمِ ، وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ.فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اللَّهَ وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ
“Seluruh bagian atas bumi (tayammum) adalah wudhu bagi seluruh muslim apabila beliau tidak menemukan air selama sepuluh tahun (kiasan bukan restriksi nomor )[22], apabila dia sudah menemukannya hendaklah ia bertaqwa kepada Allah & menggunakannya sebagai alat buat besuci”.
Hikmah Tayammum
Sebagai epilog kami sampaikan pesan tersirat dan tujuan disyari’atkannya tayyamum merupakan untuk menyucikan diri kita & supaya kita bersyukur dengan syari’at ini serta tidaklah sama sekali buat memberatkan kita, sebagaimana akhir firman Allah pada surat Al Maidah ayat 6,
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak hendak menyulitkan engkau , tetapi Dia hendak menyucikan engkau & menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6).
Abul Faroj Ibnul Jauziy rohimahullah berkata terdapat empat penafsiran ahli tafsir mengenai nikmat apa yang Allah maksudkan pada ayat ini,
- Pertama, nikmat berupa diampuninya dosa-dosa.
- Kedua, nikmat berupa hidayah pada iman, sempurnanya agama, ini merupakan pendapat Ibnu Zaid rohimahullah.
- Ketiga, nikmat berupa keringanan untuk tayammum, ini merupakan pendapat Maqotil dan Sulaiman.
- Keempat, nikmat berupa penjelasan aturan syari’at, ini adalah pendapat sebagian pakar tafsir.
Demikianlah tulisan tentang tata cara tayamum dan doanya mudahan menjadi tambahan ‘amal bagi penulis & tambahan ilmu bagi pembaca sekalian....Allahumma Amiin.